07 Januari 2008

BUDAYA INDONESIA

History of Reyog Ponorogo


Latar Belakang
Perkembangan zaman ini rupa-rupanya banyak sekali kesenian tradisional yang gulung tikar seperti : ketoprak, ludruk, wayang orang yang mana semuanya kalah dengan kemajuan teknologi. Dengan adanya kemajuan zaman yang terus pesat ini tantangan bagi seni tradisi seperti Reyog Ponorogo. Kabupaten Ponorogo merupakan akar tumbuhnya seni tradisi (seni rakyat) juga gudangnya, tidak heran di dalam perkembangannya yang meliputi 330 desa yang menyebar dari kota ke pelosok-pelosok desa semuanya menerima dan berkembang Reyog Ponorogo sesuai dari kemampuan group Reyog masing-masing. kita semua sadar bahwa kesenian Reyog Ponorogo merupakan warisan nenek moyang kita yang dimana mengandung PITUTUR LUHUR kalau kita mengkaji secara teliti di dalamnya. selayaknya apabila penyajiannya mempunyai daya pikat sendiri pada penggemarnya maka tidak bosan-bosan yang melihatnya. Tari tradisional Reyog Ponorogo ini tidak lepas dengan konteks budaya yang menghidupinya karena setiap etnik mempunyai karakter yang sering berbeda. di dalam penyajian tari Reyog Ponorogo letak keindahan yang lebih ini pada gaya-gaya yang menjadi keunikan dalam tari tradisi melahirkan bobot keindahan.



VERSI REYOG PONOROGO







Versi Ki Ageng Kutu


Reyog itu sindiran terhadap Raja Majapahit Prabu Brawijaya V. Ketika itu Prabu Brawijaya lupa terhadap Tahta pemerintahan karena Permaisuri dari Campa daratan Cina yangt cantik jelita, maka sindirian Ki Ageng Ketut Suryangalam berupa :


  • Jatilan yang ditarikan Putra dengan gaya medoki, penggambaran Prajurit Majapahit sudah lemah.
  • Dadak merak kepala Harimau memanggul Merak Raja yang sudah tunduk pada perintah istrinya.
  • Patih Bujang Ganong atau Pujonggo ANom penggambaran dari penasehat yang tidak mampu mengingatkan Sang Prabu Brawijaya.


Versi Reyog Legenda

Disini merupakan cerita Prabu Klono Sewandana mempersunting Dewi Songgolangit, walaupun banyak rintangan maupun godaan di tengah perjalanan dihadang Singo Barong namun dapat diselesaikan. Akhirnya mas kawing Dewi Songgo Langit terpenuhi tontonan yang belum pernah ada yaitu Reyog Ponorogo.

Versi III

Merupakan watak dari masyarakat Ponorogo. Harimau dan Merak saling menyatu. Walau kelihatan garang dan sangar, namun indah untuk dilihat. Harimau simbol kekerasan, dan merak simbol kelembutan.



Perkembangan dan pemeliharaan Reyog Ponorogo



Seni Reyog Ponorogo sekarang sedang naik daun ?

Dimana - mana baik kota maupun desa sudah bisa menerima bahkan bisa menilai Reyog baik dan tidak. Tentunya tentang garap penyajian baik tari maupun musiknya. Perkembangan Reyog tidak lepas dari unsur :
  1. Pemerintah

  2. Pengarep / Pemuka (Mboreg)

  3. Seniman-seniman

  4. Masyarakat
Itu selalu berkaitan, maka tidak heran tiap tahun ada Festival Reyog Nasional yang jatuh pada bulan "SURO" pesertanya dari Ponorogo maupun luar Ponorogo, bahkan sampai Sumatra, Kalimantan. Kalau kita melihat perkembangan Reyog ini tentunya bangga. Namun disisi lain, marilah kita cermati kehidupan Seniman Reyog Ponorogo yang masih memprihatinkan, kebanyakan masih hidup dalam kesederhanaan. Jadi, kalau untuk mengangkat perlu adanya kesadaran yang tinggi dari pihak-pihak yang peduli akan Seniman Reyog Ponorogo. Kalau sudah terpenuhi kebutuhannya, Seniman Reyog ini tentunya tidak akan lari dari Ponorogo.



Di Ponorogo, sarana untuk pelestariannya lewat pengkaderan dimulai dari TK sudah ditanamkan Seni Reyog Ponorogo, memang pendidikan formal tentunya lewat pelajaran estrakurikuler. Di samping formal juga nonformal yaitu melalui sanggar yang ada di Kecamatan Ponorogo sangat membantu adanya Kesenian Reyog ini. Bahkan semua sanggar sudah tidak asing lagi akan tari tradisi ini. Untuk pengadaan seperangkat Reyog yang terdiri dari (1) Barongan, (2) Dadak Merak, (3) Topeng Klono, (4) Topeng Ganong, (5) Eblek, (6) Gamelan Reyog, yang paling sukar adalah kulit kepala Harimau dan bulu merak karena disini sangat bertentangan dengan pelestarian hewan langka. Bulu merak juga begitu sukar mendapatkannya, sementara ini pengrajin-pengrajin Reyog mendapat kulit harimau dari Sumatera. Bulu merak dari India. Sekarang kita sadar semua ini apakah gudangnya Reyog tidak mempunyai sendiri.

Ini suatu kendala bagi masyarakat Ponorogo, jika mulai sekarang tidak cepat melangkah, Reyog cepat atau lambat akan punah. Sarana perlengkapan Seni Reyog Ponorogo, terdiri dari : Busana warok, busana jatil, busana bujang ganong, busana klono sewandono, busana dadak merak, busana pengrawit itu merupakan pokok-pokok busana dan perlengkapan seni Reyog Ponorogo. Perjalanan zaman yang semakin pesat kiranya antara penari Reyog dan perlengkapan Reyog harus seimbang, jadi prinsipnya pengkaderan harus secara kontinyu dilaksanakan. Kemudian, estafet penarinya, alanya tentunya penangkaran burung merak, yang lainnya seperti kulit harimau, perlu adanya pemikiran.



Penyajian Tari Reyog Ponorogo




Untuk mengawali penyajian Reyog biasanya sebelum tampil para sesepuh mengadakan selamatan, hal itu dikandung maksud agar selamat dan penampilannya baik dan sukses. Kemudian, berdoa bersama yang dipimpin oleh sesepuh, barulah rias dan busana masing-masing sesuai perannya. Memang untuk penampoilan itu semua peragaan dan iringan diharapkan betul-betul kompak.

Urutan penampilan dan penyajian adalah


  1. Tari Warok
  2. Tari Jatil
  3. Tari Bujang Ganong
  4. Tari Klono Sewandono
  5. Tari Dadak Merak Kupu Tarung
Di dalam tari ini merupakan penggambaran :

  1. Singo Barong pamer kekuatan untuk menghadang barisan Laskar Bantar Angin
  2. Perang Singo Barong melawan jatil
  3. Perang Ganongan melawan Singo Barong
  4. Perang Singo Barong melawan P. Klono Sewandono, diakhiri Singo Barong kalah terkena pecut Samandiman
  5. Selesai dengan tari masal iring-iringan Petrojayan
Di dalam tampilan untuk festival penyajian memakan waktu 30 menit, kalau untuk pentas bebas tinggal sesuai kebutuhan.

Catatan :
Kesenian Reyog sudah melalang dunia, diantaranya

  1. Amerika
  2. Suriname
  3. Jepang
  4. New Zealand
  5. Taiwan
  6. Malaysia
  7. Korea
Perkembangan Reyog dari Masa ke Masa



Perkembangan Reyog Ponorogo melalui proses-proses yang mana terkait di mana yang berkuasa. Dalam hal ini marilah kita melihat sejarah yang telah kita jalani dari masa ke masa :


  1. Reyog di zaman penjajahan
  2. Reyog di zaman kemerdekaan tahun 1945 - th 1965
  3. Reyog tahun 1967 - tahun 1987
  4. Reyog tahun 1988 - tahun 2007

  1. Reyog zaman penjajahan sangat dibatasi ruang geraknya, maka dari itu perkembangan boleh dikatakan sangat lamban.

  2. Reyog di zaman kemerdekaan tahun 1945 - th 1965. Di zaman ini, kehidupan seni tradisi rupanya mendapat angin segar, di mana-mana di wilayah Ponorogo bermunculan seni Reyog bahkan pada waktu itu Reyog sebagai simbul dari keberadaan yang punya group-group Reyog tidak lepas dari paran warok, karena warok sebagai Mboreg. Maka, di setiap desa ada group Reyog yang tidak lepas dari gemlak yang menari jatil (penari kuda Jepang) yang punya banyak gemblaknya berstatus ekonominya baik.

  3. Reyog tahun 1967 - tahun 1987. Awal tahun 1967 merupakan tahun yang memprihatinkan, karena banyak seniman Reyog yang trauma, maka jarak tidak lama, sekitar 2 tahun mulai tumbuh kembali mulailah bermunculan group-group Reyog baru, berkembang sesuai dengan kemampuan group Reyog masing-masing.

  4. Reyog tahun 1988 - tahun 2007. Tahun 1988 merupakan sejarah Reyog yang tidak bisa dilupakan oleh seniman-seniman Reyog Ponorogo. Mengapa begitu ? karena ketika tugas Gubernur Jatim mengisi PRJ (Pekan Raya Jakarta) disini penari jatilan sejumlah 70 orang harus putri, tidak haran di sini terjadi pro dan kontra setelah diredam dan diberi pengertian oleh sesepuh warok Mbah Wo Kucing, baru bisa menerima dan hasil penampilan sukses, akhirnya sampai saat ini masih dugunakan. Tahun 1993 oleh para Empu-empu Reyog Ponorogo diadakan untuk menyamakan penyajian tari Reyog Ponorogo, dengan membuat kerangka dasar Tari Reyog Ponorogo yang isinya :

  1. Tari Pakem Reyog
  2. Rias dan Busana
  3. Tata Penyajian / Penampilan
Semua aspirasi seniman Reyog diawali oleh YAYASAN REYOG PONOROGO berdiri tahun 1993. Berdirinya Yayasan Reyog ini banyak sekali membantu mengenai perkembangan dan pelestarian, karena anggota di dalamany teridiri dari para pejabat, tokoh masyarakat, dan seniman. Sejak itu Reyog mulailah eksis karena tiap tahun ada festival, yaitu

  1. Reyog Dewasa setiap Suro

  2. Reyog Mini setiap Agustus
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka sudah seharusnya dan menjadi kewajiban kita bersama, demi kelanggengan dan kelestarian budaya Indonesia khususnya Reyog Ponorogo, kita wajib untuk memelihara dengan baik budaya warisan leluhur kita dan lebih penting lagi bagaimana upaya kita untuk mempromosikan budaya Indonesia ini khususnya Reyog Ponorogo agar lebih familiar dan lebih dikenal oleh seluruh rakyat Indonesia dan bahkan bisa menjangkau tataran internasional.

Sudahkah kita melestarikan budaya kita sendiri .............?
















Tidak ada komentar: